Mendaki gunung adalahsebuah kegiatan di luar ruangan yang lumayan populer untuk masyarakat Indonesia. Bahkan kegiatan mendaki gunung biasanya dijadikan kegemaran yang rutin dilaksanakan oleh beberapa orang.
"Namun dalam memanjat gunung, kita pun harus memperhatikan situasi tubuh kita, apakah pantas untuk memanjat atau tidak. Kenali juga sekian banyak penyakit yang nantinya dapat menyerang pada ketika pendakian. Penyakit ini biasa dinamakan altitude illness atau penyakit ketinggian," kata Mountain Guide di Indonesia Expeditions, Rahman Muchlis pada acara 'Sharing Tips dan Pengalaman Mendaki Gunung di Atas 4.000 mdpl' di Consina Store Buaran, Jakarta, Sabtu (25/2/2017).
![]() |
Kenali Acute Mountain Sickness |
Penyakit elevasi yang seringkali menyerang semua pendaki di atas gunung ialah Acute Mountain Sickness atau biasa dinamakan AMS. "Hal-hal yang dapat menyebabkan pendaki terpapar penyakit ini ialah daya tahan tubuh pendaki terhadap perbedaan elevasi dan kecepatan pemanjatan yang tidak teratur," ujar Rahman. Menurut fenomena dan levelnya, AMS masih terbagi menjadi tiga kelompok yakni AMS ringan, AMS sedang dan AMS berat.
Rahman menyatakan bahwa sejumlah 75 persen permasalahan yang ada, AMS ringan seringkali terjadi pada ketika pendaki memasuki elevasi 3.000 - 4.000 mdpl. Gejala timbulnya AMS ringan seringkali muncul 12-24 jam sesudah pendaki mendarat di elevasi tersebut.
Gejala yang muncul seringkali berupa sakit kepala, mual, kehilangan nafsu makan, sesak nafas, istirahat terganggu, dan beda sebagainya. Solusi untuk menanggulangi hal ini ialah pendaki mesti tetap sadar dan tetap melakukan kegiatan ringan. "Disarankan guna tidak langsung tidur andai mengalami fenomena tersebut," kaa Rahman. Sementara AMS sedang, lanjut Rahman, bakal menyerang pendaki bila fenomena pada AMS rendah tidak terselesaikan dengan baik. Biasanya fenomena yang hadir pada AMS sedang, pendaki akan menikmati sakit kepala parah, mual disertai muntah, penurunan kesadaran (ataksia), dan beda sebagainya.
Solusi andai pendaki merasakan gejala-gejala tersebut, segeralah turun ke lokasi yang lebih rendah guna proses penyesuaian elevasi atau aklimatisasi. "Hal ini mesti dilaksanakan untuk menghindari fenomena ataksia menjangkau titik puncaknya di mana si penderita tidak akan dapat berjalan dengan normal," ujar Rahman. Rahman melanjutkan, AMS berat terjadi saat si penderita merasakan sesak nafas dan kehilangan kesadaran total (penurunan kedudukan mental). Dalam permasalahan ini, pendaki tersebut telah tidak sadarkan diri dan mesti segera ditandu mengarah ke tempat yang lebih rendah dan mesti ditangani serius oleh petugas medis.
"Sebenarnya guna menghindari penyakit AMS lumayan simpel. Pada ketika mendaki, biasakan guna berjalan cocok ritme, tidak terburu-buru atau tergesa-gesa. Hal ini berguna untuk tubuh membiasakan elevasi atau aklimatisasi. Sehingga kerja tubuh pun tetap berlangsung dengan normal," saran Rahman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar